Abstrak
Data-data perkembangan ekonomi pada tahun 2013 memperlihatkan betapa rapuhnya perekonomian Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi lebih rendah dari yang sebelumnya diperkirakan, dan
inflasi meningkat tajam akibat kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM). Lebih lanjut, karena harga komoditas di pasar international
jatuh dan para investor asing mengurangi aset-aset dari negaranegara pasar berkembang (emerging markets'), termasuk Indonesia,
akibat perkiraan atas pengurangan stimulus moneter yang akan
dilakukan oleh Amerika Serikat, neraca eksternal Indonesia terus
mengalami penurunan selama tiga kuartal pertama 2013, dan ini ikut
berkontribusi pada penurunan rupiah dan harga-harga saham di
dalam negeri. Sementera itu, langkah-langkah kebijakan pengetatan
moneter yang diambil untuk mengatasi masalah inflasi dan defisit
yang tinggi diperkirakan akan turun menghambat pertumbuhan
ekonomi dalam jangka pendek.
Ke depan, outlook (tinjauan) ekonomi pada tahun 2014 diperkirakan akan ditandai oleh berbagai resiko penurunan ekonomi
yang berasal baik dari dalam negeri ataupun luar negeri. Resiko
dari dalam negeri bersumber dari pelemahan permintaan domestik
yang diakibatkan oleh tingginya perkiraan inflasi, suku bunga yang
tinggi dan berlanjutnya penurunan investasi. Sedangkan resiko dari
luar negeri berpusat pada defisit neraca berjalan yang mungkin
INDONESIA YANG RAPUH (Friawan) 429
diakibatkan oleh berlanjutnya pelemahan harga-harga komoditas
non migas, meningkatnya harga minyak di pasar internasional, dan
ketidakpastian atas pemulihan ekonomi global dan kinerja ekonomi
China.
Walaupun pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju diperkirakan akan terus mengalami perbaikan sehingga dapat memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi Inodnesia dan posisi neraca
eksternalnya, berbagai ancaman dan resiko masih tetap tinggi di
tengah kemungkinan terus berlanjutnya volatilitas pasar keuangan
global dan peningkatan biaya pembiayaan eksternal.
Dengan berbagai catatan resiko di atas, pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2014 diperkirakan akan tetap di bawah 6,0 persen.
Perekonomian dalam negeri akan lebih banyak dipengharuhi oleh
pengetatan kondisi ekonomi, penurunan harga komoditas dan
ketidakpastian pada pasar keuangan dan regim peraturan menjelang
pemilihan umum 2014, dibandingkan dapat positif dari pemulihan
ekonomi global dan peningkatan pengeluaran terkait dengan pemilu.
Sementara itu, tingkat inflasi diproyeksikan akan melemah dan
kembali ke rentang yang ditargetkan oleh Bank Indonesia, yaitu
4,5+1 persen pada tahun 2014, karena dampak dari peningkatan
harga BBM mungkin telah berkurang dan pertumbuhan permintaan
agregat melemah. Meskipun demikian, depresiasi rupiah terkini,
kenaikan upah minimm untuk tahun depan, dan dampak putaran
kedua dan ketiga (sccond-and third-round') dari kenaikan harga BBM
dan tarif dasar listrik mungkin akan memberikan tekanan lebih lanjut
pada tinjauan inflasi. Dari sisi eksternal, pengurangan terbatas pada
defisit neraca berjalan diharapkan akan terbantu oleh pelemahan
impor karena pertumbuhan investasi melambat pada tahun 2014.